April 18, 2024

GAPKI Sumatera Utara (Sumut)

Indonesian Palm Oil Association North Sumatra Chapter

Industri Sawit Tidak Memperdulikan Pelestarian Keanekaragamanan Hayati

MITOS 9-02 Kebijakan pembangunan di Indonesia tidak memiliki ruang dan keperdulian pada pelestarian keanekaragaman hayati.
FAKTA Negara-negara dunia patut belajar dari Indonesia tentang pengelolaan ruang bagi kehidupan. Melalui UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, Indonesia sudah menetapkan minimum 30 persen dari luas daratan telah ditetapkan sebagai hutan. Ruang daratan dibagi atas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Sehingga Indonesia mengadopsi suatu harmoni dimana kawasan buidaya (sektor perkotaan/pemukiman, industri, sektor pertanian/perkebunan dan lain-lain) dan kawasan lindung (hutan lindung/konservasi) hidup berdampingan secara harmoni pada ruang masing-masing (Gambar 9.1).
Hutan tersebut dialokasikan untuk rumahnya biodiversity (satwa, flora dan mikroba asli), benteng alam dan konservasi alam. Sedangkan maksimum 70 persen sisa daratan diperuntukkan untuk semua sektor pembangunan seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perkotaan, perumahan dan lainnya.
Menurut data tahun 2015 misalnya dari sekitar 187 juta hektar luas daratan Indonesia, berdasarkan data citra satelit (Statistik Kehutanan, 2015) terdapat sekitar 88 juta hektar hutan di Indonesia. Berarti sekitar 47 persen daratan masih hutan (masih di atas syarat minimal yang ditetapkan UndangUndang). Hutan tersebut lebih dari separuhnya merupakan hutan primer sebagai habitat alamiah biodiverstiy satwa dan tumbuhan liar seperti Gajah, Harimau, Orang Utan, Mawas, Badak, Singa, beruang, berbagai jenis unggas dan lain-lain yang tersebar diseluruh daratan Indonesia.
Untuk areal pertanian-pedesaan sekitar 55 juta hektar atau 29 persen dari luas daratan. Sedangkan untuk sektor perkotaan (termasuk pemukiman, perkantoran, bisnis center, dan lain-lain) mencapai sekitar 43 juta hektar atau sekitar 23 persen daratan. Termasuk dalam pertanian-pedesaan tersebut adalah perkebunan sawit yang luasnya sekitar 10,7 juta hektar atau sekitar 5 persen dari luas daratan Indonesia.

Perkotaan, pertanian/perkebunan dan hutan, hidup dan berkembang dalam ruang daratan Indonesia. Hutan sebagai tempat biodiversity harus tetap ada karena memiliki fungsi tersendiri dan tidak dapat digantikan oleh fungsi pertanian/perkebunan maupun perkotaan. Sebaliknya, perkotaan sebagai aktivitas kehidupan masyarakat juga memiliki tempat dan fungsi tersendiri yang tidak dapat digantikan baik oleh hutan maupun pertanian/perkebunan.
Demikian juga pertanian/perkebunan sebagai penghasil pangan, energi dan biomaterial juga memiliki ruang dan fungsi tersendiri yang tidak dapat digantikan oleh perkotaan maupun hutan. Kawasan pemukiman/perkotaan, pertanian/perkebunan dan hutan masing masing memiliki fungsi dalam ekosistem yang tidak saling tergantikan sehingga harus hidup harmoni secara berdampingan pada ruang yang ditetapkan.
Dengan kata lain, “Mall, Sawit, dan Orang Utan” hidup dan berkembang berdampingan secara harmoni pada ruang masingmasing. Itulah kebijakan tata ruang dalam ekosistem berkelanjutan di Indonesia.
Sumber: Bab 9| Mitos dan Fakta: Kebijakan Nasional dan Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

About The Author

Jln. Murai 2 No. 40, Komp. Tomang Elok Medan 20122
Phone: +62-61-8473331 | Fax. +62-61-8468851 | Email: [email protected]

©2021 Indonesian Palm Oil Association, North Sumatra Chapter. All rights reserved.