March 28, 2024

GAPKI Sumatera Utara (Sumut)

Indonesian Palm Oil Association North Sumatra Chapter

Kebun Sawit Memiliki Sistem Konservasi Tanah dan Air yang Berkelanjutan

MITOS 7-06 Perkebunan kelapa sawit bukanlah tanaman yang ramah lingkungan karena tidak memiliki kemampuan konservasi tanah dan air.FAKTA Kebun sawit memiliki tiga mekanisme yang secara sinergis berfungsi dalam melindungi tanah dan air. Ketiga mekanisme yang dimaksud adalah yakni mekanisme struktur dan naungan kanopi (canopy land cover), mekanisme tata kelola lahan kebun sawit dan mekanisme sistem perakaran kelapa sawit.
Pertama, mekanisme struktur pelepah daun pohon kelapa sawit yang berlapis-lapis mampu menaungi lahan (land cover) mendekati 100 persen saat dewasa. Struktur pelepah daun yang demikian selain berfungsi sebagai “dapurnya” (fotosintesis) kelapa sawit, juga berfungsi melindungi tanah dari pukulan langsung air hujan. Jika hujan datang, pukulan air hujan tidak langsung mengenai tanah namun terlindungi oleh struktur pelepah daun berlapis-lapis tersebut.
Kedua, mekanisme konservasi tanah dan air berikutnya adalah melalui tata kelola lahan dalam budidaya kelapa sawit. Standar kultur teknis kebun sawit mulai dari penanaman dan pemeliharaan tanaman menggunakan asas-asas konservasi tanah dan air. Mulai dari zero/minimum tillage, penanaman tanaman pelindung (cover crop) pada masa pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (umur 0-4 tahun), pembuatan sistem teras pada lahan miring, pembuatan piringan/tapal kuda, penempatan pelepah tua (pruning) sebagai guludan bahan organik pada gawangan, pengembalian tandan kosong dan limbah cair ke lahan dan lainnya merupakan bagian dari mekanisme konservasi tanah dan air kebun sawit.
Ketiga, sistem perakaran serabut pohon kelapa sawit yang massif, luas dan dalam. Perakaran kelapa sawit dewasa dapat mencapai radius 4 meter sekeliling pangkal dan dengan kedalaman sampai 5 meter di bawah permukaan tanah yang membentuk pori-pori mikro dan makro tanah (Harahap, 1999, 2007) yang dapat disebut biopori alamiah. Biopori alamiah sawit tersebut terbanyak berada pada sekitar/dekat pangkal pohon sawit (Gambar 7.5). Pori-pori mikro dan makro tanah tersebut makin banyak dengan makin dewasa tanaman kelapa sawit.

Biopori alamiah tersebut meningkatkan kemampuan lahan kebun sawit dalam menyerap/menahan air (water holding capacity) melalui peningkatan penerusan (infiltrasi) air hujan ke dalam tanah sehingga mengurangi aliran air permukaan (runoff) dan menyimpan cadangan air di dalam tanah. Semakin banyak biopori alamiah sawit (yakni dekat pangkal batang) semakin tinggi laju infiltrasi air permukaan tanah mengisi biopori. Laju infiltrasi tersebut juga semakin meningkat dengan meningkatnya umur tanaman (Gambar 7.6) sehingga erosi permukaan tanah (water run-off) makin terkendali.
Ketiga mekanisme konservasi tanah dan air tersebut terikat dan menyatu (built-in) pada tanaman dan kebun sawit, sehingga mengelola kebun sawit untuk tujuan ekonomi juga sekaligus mengelola ketiga konservasi tanah dan air tersebut. Selain itu, ketiga mekanisme konservasi tanah dan air kebun sawit tersebut berjangka panjang sama dengan umur ekonomi kebun sawit (rata-rata 25 tahun).

Dengan demikian perkebunan kelapa sawit memiliki sistem konservasi tanah dan air. Bahkan tanaman kelapa sawit memenuhi syarat sebagai tanaman konservasi tanah dan air (Harahap, 1999, 2007).
Sumber: Bab 7| Mitos dan Fakta : Perkebunan Kelapa Sawit dan Isu Lingkungan

About The Author

Jln. Murai 2 No. 40, Komp. Tomang Elok Medan 20122
Phone: +62-61-8473331 | Fax. +62-61-8468851 | Email: [email protected]

©2021 Indonesian Palm Oil Association, North Sumatra Chapter. All rights reserved.